SISTEM KEPENYIMBANGAN
Oleh : Haristov Aszadha, S.H.
(Pengiran Ninggau Mergo)
Kepenyimbangan adalah suatu sistem
kekerabatan atau kelompok yang dipimpin oleh Seorang Penyimbang atau Penyimbang
(kepala/pemimpin) dalam masyarakat adat Lampung Pepadun. Suatu Kepenyimbangan
dapat terdiri dari satu kelompok masyarakat atau lebih tergantung dari
tingkatan atau derajat Penyimbang tersebut. Yang dimaksud dengan Penyimbang
adalah pemimpin/raja atau yang dituakan atau dihormati, namun demikian
Penyimbang berbeda maknanya dengan kepemimpinan seorang raja dalam suatu
kerajaan. Sebab seorang Penyimbang tidak memiliki otoritas wilayah, mengatur
keuangan rakyatnya, mengambil pajak dsb. Didalam sistem masyarakat adat Lampung
Pepadun tidak mengenal sistem kerajaan. Kepemimpinan seorang Penyimbang lebih
cenderung mengatur kedalam lingkungan kekerabatannya.dimana seorang Penyimbang
memiliki tanggungjawab yang besar untuk mengurusi kelompoknya.
KePenyimbangan terdiri dari beberapa
tingkatan :
- Penyimbang Buay (Paksi sederajat)
Suatu sistem KePenyimbangan yang
dipimpin oleh seorang Penyimbang Buay, Penyimbang Buay adalah seorang
Penyimbang yang memimpin berdasarkan garis keturunan (Buay/jurai). Sebagai
contoh Penyimbang Buay Turgak di Aneg/Tiyuh (Kampung) Labuhanratu.
- Penyimbang Suku (Penyimbang Aneg/Tiyuh)
Penyimbang Suku adalah pemimpin
sebuah Suku/Bilik/Lebuh. Nama lain dari Penyimbang Suku adalah Penyimbang Asal.
Didalam sebuah Bilik atau lebuh dapat terdiri dari beberapa kebumian yang
dipimpin oleh Penyimbang Bumi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
Penyimbang Suku adalah tempat dimana para Penyimbang Bumi berasal.
- Penyimbang Bumi
Penyimbang Bumi adalah seseorang
yang memimpin satu atau lebih suatu kelompok keluarga/kerabat.
- Penyimbang Ratu/Puppang Penyambut (Pengganti)
- Penyimbang Ratin
- Penyimbang Raya
Didalam sebuah Kepenyimbangan
seseorang memilki hejeng atau kedudukan, adapun susunan hejeng dalam sebuah
Kepenyimbangan adalah :
- Hejeng Penyimbang
- Hejeng Pengetuho
- Hejeng Pengelaku
- Hejeng Tuho (putra mahkota)
- Hejeng Tunggeu - Wari Miyanak (kerabat)
Menurut hukum adat pepadun yang
lazim digunakan apabila ada warga adat yang mampu, ia mempunyai hak untuk
mendirikan kepenyimbangan, dalam hal ini ada 2 cara yang lazim digunakan :
- Nyetih Pepadun
Seseorang yang memisahkan diri dari
Penyimbang asalnya untuk mendirikan kePenyimbangan sendiri, hal ini hanya dapat
dilakukan apabila ia mendapatkan izin dari Penyimbang asalnya.
- Negak Bumei
Negak bumi biasanya digunakan
seseorang untuk mendirikan kePenyimbangan sendiri namun tidak mendapatkan izin
dari Penyimbangnya atau karena adanya perselisihan keluarga atau terjadi
perselisihan dengan Penyimbangnya. Negak Bumei hanya bisa dilaksanakan apabila
telah disetujui oleh Wari Miyanak Batin Semergo. Dengan syarat harus memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan menurut hukum adat atas dasar piagam
menurut sepanjang adat yang belaku. (A.Sanoesi Pengiran Puseran Agung : 1975).
Selain dari kedua cara tersebut
diatas seseorang dapat menjadi seseorang Penyimbang dengan cara antara lain :
- Limban Penganggeu
Seseorang yang Cakak Pepadun / Cakak
Di uleu Pepadun (naik Tahta) oleh karena mewarisi kedudukan kakek atau orang
tuanya sebagai seorang Penyimbang. Yang mewarisi KePenyimbangan adalah anak
tertua laki-laki dari Penyimbang tersebut.
- Ngeretepken dan Mupekkei Pepadun
Seseorang yang terlebih dahulu
memantapkan kedudukan bapak/kakek/buyutnya sebagai Penyimbang yang sebelumnya
adalah seorang Penyimbang Paccang, kemudian ia cakak di uleu pepadun (naik
tahta) tersebut menggantikan kedudukan orang tua atau kakeknya tersebut sebagai
seorang Penyimbang.
- Tegak Tegei
Apabila seorang Penyimbang tidak
memiliki anak keturunan laki-laki dan saudara laki-laki (mupus), maka
Penyimbang tersebut mengangkat anak menantunya (suami dari anak perempuannya)
untuk menggantikan kedudukannya sebagai Penyimbang.
- Silih Simbat
- Micek
Kedudukan seorang Penyimbang tidak
dapat hanya dimaknai sebagai suatu kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat,
tetapi kedudukan Penyimbang merupakan keluhuran, kewibawaan, pertanggungjawaban
dan panutan. Seorang Penyimbang harus memilki perbuatan yang baik dan patut
dicontoh oleh kaum kerabatnya sehingga ia patut menjadi “Tutuken” (panutan)
bagi kerabatnya, bertanggungjawab dan memahami keadaan kaum kerabatnya. Beberapa
perbuatan yang harus dimiliki oleh seorang Penyimbang sebagaimana yang kami
kutip dan terjemahkan dari Kitab Kuntara Raja Niti adalah :
- Memiliki Keteguhan dalam berpendirian serta sabar
- Santun dalam berbicara, sopan dalam perbuatan (wawai budi bahaso) dan murah senyum atau menunjukkan wajah yang cerah (Wewah pudak).
- Hati-hati dalam berbicara dan tidak boros
- berdiri paling depan jika terdapat suatu masalah.
Masyarakat adat Lampung Pepadun adalah salah satu dari dua
kelompok adat besar dalam masyarakat Lampung. Masyarakat ini mendiami daerah
pedalaman atau daerah dataran tinggi Lampung. Berdasarkan sejarah
perkembangannya, masyarakat Pepadun awalnya berkembang di daerah Abung, Way
Kanan, dan Way Seputih (Pubian). Kelompok adat ini memiliki kekhasan dalam hal
tatanan masyarakat dan tradisi yang berlangsung dalam masyarakat secara turun
temurun.
Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis keturunan bapak. Dalam suatu keluarga, kedudukan adat tertinggi berada pada anak laki-laki tertua dari keturunan tertua, yang disebut “Penyimbang”. Gelar Penyimbang ini sangat dihormati dalam adat Pepadun karena menjadi penentu dalam proses pengambilan keputusan. Status kepemimpinan adat ini akan diturunkan kepada anak laki-laki tertua dari Penyimbang, dan seperti itu seterusnya.
Berbeda dengan Saibatin yang memiliki budaya kebangsawanan yang kuat, Pepadun cenderung berkembang lebih egaliter dan demokratis. Status sosial dalam masyarakat Pepadun tidak semata-mata ditentukan oleh garis keturunan. Setiap orang memiliki peluang untuk memiliki status sosial tertentu, selama orang tersebut dapat menyelenggarakan upacara adat Cakak Pepadun. Gelar atau status sosial yang dapat diperoleh melalui Cakak Pepadun diantaranya gelar Suttan, Raja, Pangeran, dan Dalom.
Nama “Pepadun” berasal dari perangkat adat yang digunakan dalam prosesi Cakak Pepadun. “Pepadun” adalah bangku atau singgasana kayu yang merupakan simbol status sosial tertentu dalam keluarga. Prosesi pemberian gelar adat (“Juluk Adok”) dilakukan di atas singgasana ini. Dalam upacara tersebut, anggota masyarakat yang ingin menaikkan statusnya harus membayarkan sejumlah uang (“Dau”) dan memotong sejumlah kerbau. Prosesi Cakak Pepadun ini diselenggarakan di “Rumah Sessat” dan dipimpin oleh seorang Penyimbang atau pimpinan adat yang posisinya paling tinggi. [Ardee/IndonesiaKaya]
Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis keturunan bapak. Dalam suatu keluarga, kedudukan adat tertinggi berada pada anak laki-laki tertua dari keturunan tertua, yang disebut “Penyimbang”. Gelar Penyimbang ini sangat dihormati dalam adat Pepadun karena menjadi penentu dalam proses pengambilan keputusan. Status kepemimpinan adat ini akan diturunkan kepada anak laki-laki tertua dari Penyimbang, dan seperti itu seterusnya.
Berbeda dengan Saibatin yang memiliki budaya kebangsawanan yang kuat, Pepadun cenderung berkembang lebih egaliter dan demokratis. Status sosial dalam masyarakat Pepadun tidak semata-mata ditentukan oleh garis keturunan. Setiap orang memiliki peluang untuk memiliki status sosial tertentu, selama orang tersebut dapat menyelenggarakan upacara adat Cakak Pepadun. Gelar atau status sosial yang dapat diperoleh melalui Cakak Pepadun diantaranya gelar Suttan, Raja, Pangeran, dan Dalom.
Nama “Pepadun” berasal dari perangkat adat yang digunakan dalam prosesi Cakak Pepadun. “Pepadun” adalah bangku atau singgasana kayu yang merupakan simbol status sosial tertentu dalam keluarga. Prosesi pemberian gelar adat (“Juluk Adok”) dilakukan di atas singgasana ini. Dalam upacara tersebut, anggota masyarakat yang ingin menaikkan statusnya harus membayarkan sejumlah uang (“Dau”) dan memotong sejumlah kerbau. Prosesi Cakak Pepadun ini diselenggarakan di “Rumah Sessat” dan dipimpin oleh seorang Penyimbang atau pimpinan adat yang posisinya paling tinggi. [Ardee/IndonesiaKaya]
Kak ini artikelnya bagus. Cuman sumbernya dari buku mana ya kak. Apalagi yg tingkatan penyimbang itu ?
BalasHapus