07 Juli 2014

SISTEM KEPENYIMBANGAN





SISTEM KEPENYIMBANGAN
Oleh : Haristov Aszadha, S.H. (Pengiran Ninggau Mergo)
Kepenyimbangan adalah suatu sistem kekerabatan atau kelompok yang dipimpin oleh Seorang Penyimbang atau Penyimbang (kepala/pemimpin) dalam masyarakat adat Lampung Pepadun. Suatu Kepenyimbangan dapat terdiri dari satu kelompok masyarakat atau lebih tergantung dari tingkatan atau derajat Penyimbang tersebut. Yang dimaksud dengan Penyimbang adalah pemimpin/raja atau yang dituakan atau dihormati, namun demikian Penyimbang berbeda maknanya dengan kepemimpinan seorang raja dalam suatu kerajaan. Sebab seorang Penyimbang tidak memiliki otoritas wilayah, mengatur keuangan rakyatnya, mengambil pajak dsb. Didalam sistem masyarakat adat Lampung Pepadun tidak mengenal sistem kerajaan. Kepemimpinan seorang Penyimbang lebih cenderung mengatur kedalam lingkungan kekerabatannya.dimana seorang Penyimbang memiliki tanggungjawab yang besar untuk mengurusi kelompoknya.
KePenyimbangan terdiri dari beberapa tingkatan :
  1. Penyimbang Buay (Paksi sederajat)
Suatu sistem KePenyimbangan yang dipimpin oleh seorang Penyimbang Buay, Penyimbang Buay adalah seorang Penyimbang yang memimpin berdasarkan garis keturunan (Buay/jurai). Sebagai contoh Penyimbang Buay Turgak di Aneg/Tiyuh (Kampung) Labuhanratu.
  1. Penyimbang Suku (Penyimbang Aneg/Tiyuh)
Penyimbang Suku adalah pemimpin sebuah Suku/Bilik/Lebuh. Nama lain dari Penyimbang Suku adalah Penyimbang Asal. Didalam sebuah Bilik atau lebuh dapat terdiri dari beberapa kebumian yang dipimpin oleh Penyimbang Bumi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Penyimbang Suku adalah tempat dimana para Penyimbang Bumi berasal.
  1. Penyimbang Bumi
Penyimbang Bumi adalah seseorang yang memimpin satu atau lebih suatu kelompok keluarga/kerabat.
  1. Penyimbang Ratu/Puppang Penyambut (Pengganti)
  2. Penyimbang Ratin
  3. Penyimbang Raya
Didalam sebuah Kepenyimbangan seseorang memilki hejeng atau kedudukan, adapun susunan hejeng dalam sebuah Kepenyimbangan adalah :
  1. Hejeng Penyimbang
  2. Hejeng Pengetuho
  3. Hejeng Pengelaku
  4. Hejeng Tuho (putra mahkota)
  5. Hejeng Tunggeu - Wari Miyanak (kerabat)
Menurut hukum adat pepadun yang lazim digunakan apabila ada warga adat yang mampu, ia mempunyai hak untuk mendirikan kepenyimbangan, dalam hal ini ada 2 cara yang lazim digunakan :
  1. Nyetih Pepadun
Seseorang yang memisahkan diri dari Penyimbang asalnya untuk mendirikan kePenyimbangan sendiri, hal ini hanya dapat dilakukan apabila ia mendapatkan izin dari Penyimbang asalnya.
  1. Negak Bumei
Negak bumi biasanya digunakan seseorang untuk mendirikan kePenyimbangan sendiri namun tidak mendapatkan izin dari Penyimbangnya atau karena adanya perselisihan keluarga atau terjadi perselisihan dengan Penyimbangnya. Negak Bumei hanya bisa dilaksanakan apabila telah disetujui oleh Wari Miyanak Batin Semergo. Dengan syarat harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan menurut hukum adat atas dasar piagam menurut sepanjang adat yang belaku. (A.Sanoesi Pengiran Puseran Agung : 1975).
Selain dari kedua cara tersebut diatas seseorang dapat menjadi seseorang Penyimbang dengan cara antara lain :
  1. Limban Penganggeu
Seseorang yang Cakak Pepadun / Cakak Di uleu Pepadun (naik Tahta) oleh karena mewarisi kedudukan kakek atau orang tuanya sebagai seorang Penyimbang. Yang mewarisi KePenyimbangan adalah anak tertua laki-laki dari Penyimbang tersebut.
  1. Ngeretepken dan Mupekkei Pepadun
Seseorang yang terlebih dahulu memantapkan kedudukan bapak/kakek/buyutnya sebagai Penyimbang yang sebelumnya adalah seorang Penyimbang Paccang, kemudian ia cakak di uleu pepadun (naik tahta) tersebut menggantikan kedudukan orang tua atau kakeknya tersebut sebagai seorang Penyimbang.
  1. Tegak Tegei
Apabila seorang Penyimbang tidak memiliki anak keturunan laki-laki dan saudara laki-laki (mupus), maka Penyimbang tersebut mengangkat anak menantunya (suami dari anak perempuannya) untuk menggantikan kedudukannya sebagai Penyimbang.
  1. Silih Simbat
  2. Micek
Kedudukan seorang Penyimbang tidak dapat hanya dimaknai sebagai suatu kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat, tetapi kedudukan Penyimbang merupakan keluhuran, kewibawaan, pertanggungjawaban dan panutan. Seorang Penyimbang harus memilki perbuatan yang baik dan patut dicontoh oleh kaum kerabatnya sehingga ia patut menjadi “Tutuken” (panutan) bagi kerabatnya, bertanggungjawab dan memahami keadaan kaum kerabatnya. Beberapa perbuatan yang harus dimiliki oleh seorang Penyimbang sebagaimana yang kami kutip dan terjemahkan dari Kitab Kuntara Raja Niti adalah :
    1. Memiliki Keteguhan dalam berpendirian serta sabar
    2. Santun dalam berbicara, sopan dalam perbuatan (wawai budi bahaso) dan murah senyum atau menunjukkan wajah yang cerah (Wewah pudak).
    3. Hati-hati dalam berbicara dan tidak boros
    4. berdiri paling depan jika terdapat suatu masalah.



Masyarakat adat Lampung Pepadun adalah salah satu dari dua kelompok adat besar dalam masyarakat Lampung. Masyarakat ini mendiami daerah pedalaman atau daerah dataran tinggi Lampung. Berdasarkan sejarah perkembangannya, masyarakat Pepadun awalnya berkembang di daerah Abung, Way Kanan, dan Way Seputih (Pubian). Kelompok adat ini memiliki kekhasan dalam hal tatanan masyarakat dan tradisi yang berlangsung dalam masyarakat secara turun temurun.

Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis keturunan bapak. Dalam suatu keluarga, kedudukan adat tertinggi berada pada anak laki-laki tertua dari keturunan tertua, yang disebut “Penyimbang”. Gelar Penyimbang ini sangat dihormati dalam adat Pepadun karena menjadi penentu dalam proses pengambilan keputusan. Status kepemimpinan adat ini akan diturunkan kepada anak laki-laki tertua dari Penyimbang, dan seperti itu seterusnya.

Berbeda dengan Saibatin yang memiliki budaya kebangsawanan yang kuat, Pepadun cenderung berkembang lebih egaliter dan demokratis. Status sosial dalam masyarakat Pepadun tidak semata-mata ditentukan oleh garis keturunan. Setiap orang memiliki peluang untuk memiliki status sosial tertentu, selama orang tersebut dapat menyelenggarakan upacara adat Cakak Pepadun. Gelar atau status sosial yang dapat diperoleh melalui Cakak Pepadun diantaranya gelar Suttan, Raja, Pangeran, dan Dalom.

Nama “Pepadun” berasal dari perangkat adat yang digunakan dalam prosesi Cakak Pepadun. “Pepadun” adalah bangku atau singgasana kayu yang merupakan simbol status sosial tertentu dalam keluarga. Prosesi pemberian gelar adat (“Juluk Adok”) dilakukan di atas singgasana ini. Dalam upacara tersebut, anggota masyarakat yang ingin menaikkan statusnya harus membayarkan sejumlah uang (“Dau”) dan memotong sejumlah kerbau. Prosesi Cakak Pepadun ini diselenggarakan di “Rumah Sessat” dan dipimpin oleh seorang Penyimbang atau pimpinan adat yang posisinya paling tinggi. [Ardee/IndonesiaKaya]



Artikel Terkait:



1 komentar:

  1. Kak ini artikelnya bagus. Cuman sumbernya dari buku mana ya kak. Apalagi yg tingkatan penyimbang itu ?

    BalasHapus