08 Juli 2014

Kedudukan Anak Terhadap Harta Warisan Di Lampung

Kedudukan Anak Terhadap Harta Warisan Di Lampung

Anak-anak dalam hubungannya dengan orang tua dapat dibedakan antara anakanak kandung, anak tiri, anak angkat, anak pungut, anak akuan dan anak piara, yang kedudukannya masing-masing berbeda menurut hukum kekerabatan setempat, terutama dalam hubungan dengan masalah warisan.

a.    Anak Kandung
Semua anak yang lahir dari perkawinan ayah dan ibunya adalah anak kandung. Apabila perkawinan ayah dan ibunya sah, maka anaknya adalah anak kandung yang sah, apabila perkawinan ayah dan ibunya tidak sah, maka anaknya menjadi anak kandung yang tidak sah.
Menurut hukum adat Lampung perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut hukum agama Islam dan diakui olehhukum adat. Anak yang dilahirkan dari perkawinan itu adalah anak yang sah menurut hukum adat dan oleh karenanya ia berhak sebagai ahli waris dari ayahnya baik dalam harta warisan maupun kedudukan adat.

b.    Anak tiri
Anak tiri yang dimaksud di sini adalah anak kandung yang di bawa oleh suami atau istri kedalam perkawinan sehingga salah seorang dari mereka menyebut anak itu sebagai “anak tiri”. Jadi anak tiri adalah anak bawaan dalam perkawinan.
Kedudukan anak tiri dalam bentuk perkawinan jujur atau semanda tidak terlepas dari pengaruh kekerabatan ayah atau kekerabatan ibu. Lain halnya dalam bentuk perkawinan mentas, yang berlaku pada masyarakat adat keibubapakan, dimana harta perkawinan orang tua dapat dipisah-pisahkan dengan nyata, antara harta bawaan, harta penghasilan, harta pencaharian dan barangbarang hadiah perkawinan. Dalam hal ini anak tiri pada dasarnya hanya mewaris dari orang tua yang melahirkannya.

c.    Anak Angkat
Anak angkat adalah anak orang lain yang diangkat oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga, contonya di lingkungan masyarakat adat keIbu-an seperti berlaku di daerah Minangkabau, Semendo sumatera selatan dimana keluarga yang hanya mempunyai anak laki-laki tidak mempunyai anak wanita dapat mengangkat anak wanita orang lain untuk dijadikan penerus dan pewaris orang tua angkatnya.

d.   Anak Akuan
Anak akuan atau juga dapat disebut “anak semang” (Minangkabau), anak pungut (Jawa), ialah anak orang lain yang diakui anak oleh orang tua yang mengakui karena belas kasihan atau juga dikarenakan keinginan mendapatkan tenaga pembantu tanpa membayar upah. Kedudukan anak akuan terhadap orangtua yang mengakui bukan sebagai warisnya, oleh karena pada dasarnya pengakuan anak itu tidak mengubah hubungan hukum antara si anak dengan orang tuanya. Kecuali jika kedudukan si anak dirubah dari anak akuan menjadi anak angkat. Adakalanya anak akuan mendapat bagian harta warisan dari orang tua yang mengakuinya.

e.    Anak Piara
Anak piara juga dapat disebut “anak titip”, ialah anak yang diserahkan orang lain untuk dipelihara sehingga orang yang tertitip merasa berkewajiban untuk memelihara anak itu. Hubungan hukum antara si anak dengan orang tua yang menitipkan tetap ada, anak tersebut adalah waris dari orang tua kandungnya, bukan waris dari orang tua yang memeliharanya. Orang tua kandung si anak tetap berhak untuk mengambil si anak kembali ketangannya  atau sebaliknya orang tua kandung itu berkewajiban menerima penyerahan kembali si anak dari tangan pemeliharanya.

Sejauh mana kedudukan anak terhadap orang tuanya, yang menyebabkan adanya hak dan kewajiban yang timbal balik antara anak dan orang tua dipengaruhi oleh susunan kekerabatan, sistem pertalian darahnya, perkawinan dan bentuk perkawinan dari ayah ibunya dan ada tidaknya pertalian adat di antara si anak dan orang tua.
Dalam susunan kekerabatan patrilineal maka sistem pertalian darah lebih diutamakan adalah kewangsaan (kekerabatan) ayah dan pada umumnya berlaku adat perkawinan dengan pembayaran uang jujur, dimana setelah perkawinan isteri masuk dalam kekerabatan suami.

Pada umumnya para waris adalah anak laki-laki dan anak perempuan, temasuk anak dalam kandungan ibunya jika lahir hidup, tetapi tidak semua anak adalah ahli waris, karena ada anak yang bukan ahli waris. Masyarakat adat lampung Pepadun lebih mengutamakan kedudukan anak laki-laki daripada anak perempuan, anak laki-laki adalah penerus keturunan bapaknya yang ditarik dari satu bapak asal, sedangkan anak perempuan disiapkan untuk menjadi anak orang lain, yang akan memperkuat keturunan orang lain.

Pada dasarnya baik menurut hukum perundang-undangan maupun adat untuk menentukan sah tidaknya si anak adalah dilihat pada kenyataan yuridis bukan kenyataan biologis. Maksud dari kenyataan yuridis bukan biologis adalah jika si anak lahir mempunyai bapak dan ibu dalam ikatan perkawinan yang sah maka anak itu sah. Dilingkungan masyarakat adat patrilineal yang berpegang teguh pada agama islam, anak haram tidak berhak menjadi ahli waris dari bapaknya. Menurut hukum adat Lampung, anak haram dijadikan anak masyarakat adat, oleh karena si anak dikeluarkan dari kekerabatan adat bapaknya, kekerabatan bapaknya harus membayar denda adat dan meminta maaf atas kesalahan anaknya pada majelis perwatin (para batin = tua-tua adat).

Susunan dalam kekerabatan adat lampung pepadun menganut system kekerabatan pertalian patrilineal dimana sistem pertalian ini lebih dititik beratkan pada garis keturunan laki-laki, maka kedudukan anak laki-laki lebih diutamakan dari anak perempuan disebabkan anak laki-laki sebagai penerus keturunan sekaligus penerus kedudukan orang tua dalam Hukum Adat Lampung Pepadun.

Kedudukan anak laki-laki dalam hukum Adat Lampung Pepadun dengan sendirinya berada ditangan anak laki-laki yang tertua meliputi hak waris, kedudukan adat, dan hak keturunan. Maka anak laki-laki tertua dari keturunan tertua mempunyai kedudukan sebagai pemimpin (penyimbang) yang bertindak memimpin dan bertanggung jawab mengatur anggota kerabatnya. Kedudukan anak dalam hal ini pada prinsipnya tidak mutlak berlaku apabila terjadi adopsi atau mengambil anak orang lain dijadikan anak adat.

Kedudukan anak laki-laki walaupun diutamakan dalam arti umum mempunyai perbedaan antara anak laki-laki tertua, anak laki-laki kedua, dan seterusnya serta kedudukan anak laki-laki dari istri tertua akan lebih utama dari kedudukan anak laki-laki dari istri kedua berdasarkan status hukum adat. Kedudukan anak laki-laki tertua tidak saja sebagai penerus keturunan orang tuanya, tetapi juga mempunyai kedudukan sebagai:
  1. Penerus kepunyimbangan orang tuanya
  2. Sebagai pemimpin yang mempunyai hak mutlak atas kekayaan, warisan maupun pusaka dari kerabat orang tuanya
  3. Sebagai pemimpin yang memiliki hak dan bertanggung jawab kepada kerabat, keturunan, adik-adiknya baik bertindak atas kepenyimbangan (kedudukan atau pemimpin) adat maupun kekerabatan.



Artikel Terkait:



Jangan Cuma Dibaca ya, Tinggalkan Komentar Disini :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar